Catatan Perjalanan Solo Backpacker Ke Banyuwangi
Part. 1
Ini adalah catatan perjalan waktu berkunjung ke
Banyuwangi kemarin, sendirian. Tanggal 16-18 September 2015. Aku berangkat dari
Malang dengan naik bus pagi, tanpa tahu arah naik apa dan turun dimana, pokok
nekat berangkat.
Kenapa naik bus? Pertama, karena aku sendirian, aku
ngejar sampe Banyuwangi sore, agar nantinya bisa langsung naik ke ijen, biar
gak malem-malem. Kedua, jika naik kereta sore Malang-Banyuwangi, sampe sana jam
23.00, itu akan sangat berbahaya kalau muncak sendirian.
Rute Bus yang aku lalui, Ngecer, Malang-Probolinggo-Jember-Banyuwangi.
Kenapa gak langsung naik bus Malang-Banyuwangi? Pertama, aku orangnya mabukan,
perjalanan kesana membutuhkan waktu sekitar 8-9 jam, akan sangat membosankan
kalau Cuma di Bus. Kedua, Banyak yang bilang, orang yang naik bus langsung
Malang-Banyuwangi akan diturunkan ditengah jalan, disuruh oper ganti bus. Gak
enak banget kan kalau kita tengah tidur, mangap, ngiler trus disuruh ganti bus
hehe.
.
Pertama, Bus Malang-Probolinggo. Carilah bus Jurusan
Jember/Banyuwangi. Minta turun di Terminal Probolinggo. Tiket Bus 18 Ribu. Aku
berangkat dari Malang jam 07.30 sampe Probolinggo jam 09.40. Nah, disini aku
mabuk. Aku turun di terminal sebentar kemudian tidur di Mushola.
Dari terminal Probolinggo ini sebenernya ada 2 jalur
untuk menuju Banyuwangi. Pertama, jalur utara via Situbondo melewati Paiton,
nanti di Banyuwangi turunnya di Terminal Sri Tanjung, deket dengan Baluran. Kedua,
Jalur selatan via Jember, turunnya di Terminal Brawijaya (Karangente), terminal
ini dekat dengan Stasiun Karangasem dan juga Ijen. Aku pilih yang lewat Jember.
Setelah istirahat sebentar dan minum Antimo, aku berangkat
naik bus jurusan Jember jam 11.00. Tiket bus 20 ribu.
Di tengah perjalanan, pas lagi enak-enaknya tidur, mangap
ngiler, eh tiba-tiba dibangunin disuruh pindah bus. Kurang ajar banget tuh
orang, gak tau aku ini lagi puyeng mabuk nahan isi perut yang mau keluar.
Karena orang-orang pada pindah, aku juga ikut. Eh ternyata ada juga ibu-ibu
yang marah-marah, protes gara-gara disuruh oper bus. Bagus bu, omelin terus tu
si empunya bus, biar kapok. Aku sampe terminal Jember jam 14.00.
Oh iya, tips biar cepat naik bus. Ketika sampe di
terminal. Kamu langsung turun aja dan pergi ke depan, buat nyari bus yang akan
segera berangkat. Itu akan mempercepat langkahmu, karena biasanya, bus akan
ngetem terlebih dahulu untuk menunggu penumpangnya penuh. Kebetulan di depan
ada bus Jurusan Banyuwangi yang akan segera berangkat. Aku naik bus itu.
Menurut informasi dari kernet bus. Perjalanan
Jember-Banyuwangi membutuhkan waktu sekitar 4 jam-an, itu kalau tidak macet.
Kalau sekarang jam 14.00, kemungkinan
tiba di Banyuwangi jam 18.00. Waduh, ternyata perhitungan waktuku salah. Bisa
gawat ini kalau sampe di Banyuwangi malem-malem. Dan ternyata bener, aku baru
nyampe di terminal Karangente jam 18.30. Oh iya, tiket Bus jurusan Jember-Banyuwangi
35 ribu.
Karena aku belum pernah ke Banyuwangi dan tak tahu harus
kemana plus HP jadulku tidak memadai buat GPS, akhirnya aku menelpon orang yang
menyewakan motor yang sudah aku reservasi kemarin. Tapi kena Charge 15 ribu.
Lumayanlah, daripada gak tahu harus kemana.
Oh iya, biar kalian enak kemana-mana, di Banyuwangi kalian
bisa sewa motor. Tarif sewa motor 75ribu/24 jam. Ada banyak tempat penyewaan
motor di Banyuwangi. Kalau aku kemarin nyewa motor di “Banyuwangi Adventura”. Dengan
jaminan uang 300 ribu dan ninggal 2 identitas, kita bisa bebas keliling
Banyuwangi (tentunya dengan bensin sendiri ya). Uang jaminan beserta identitas
akan dikembalikan setelah kita selesai mengembalikan motornya. Kalau kalian mau
nyewa, kalian bisa lihat webnya di www.Banyuwangiadventura.com.
Atau di CP 081332177779
Kembali ke perjalanan. Setelah dijemput di Indomaret
depan terminal. Aku diajak sama Mas Helmy (orang yang punya Banyuwangi
Adventura) ke rumahnya, buat nentuin
motor mana yang mau dipake, kebetulan hari kamis jadi gak terlalu banyak yang
nyewa. Aku dapat motor tipe matic dengan merk X-Ride, sangat tangguh buat
perjalanan ekstrem.
Selesai mengurusi administrasi, aku segera tancap
gas menuju ke Ijen jam 19.00. Orang-orang gak percaya kalau aku bakalan naik ke
Ijen, sendirian. Aku lebih gak percaya lagi, kalau aku harus naik ke Ijen,
sendirian, tanpa peta dan tanpa tahu arah.
Menurut info yang aku dapat, akses menuju ke ijen
berbahaya, rawan begal, apalagi malem-malem dan sendirian. Batinku, Pokok Bismillah,
yakin, nekat, udah kadung ada disini. Kalaupun ada begal, siap gelut, siap mati
(Rodo mengandung bodoh dan lebay, wes tau gak iso gelut blas hehe..).
Dan ternyata bener, akses jalan menuju ke ijen sepi.
Gak ada satu kendaraanpun yang menuju kesana. Aku baru tau kemudian kalau
jeep-jeep yang biasa naik ke ijen ngantar turis, baru akan naik sekitar jam 1
malem. Hemm..matek koen.
Dengan berpatokan pada plang jalan yang menunjukkan
arah ke kawah Ijen, aku tancap gas mempercepat laju motor. Awal perjalanan,
masih banyak kendaraan, rada ke tengah, perumahan mulai berkurang, cuma ada guest
house. Setelah di guest house terakhir masuklah ke dalam perkebunan (aku lupa
namanya). Disinilah perjalanan sesungguhnya baru akan dimulai.
Dari perkebunan ini, kalian akan melewati
hutan-hutan. Sungguh, aku tidak merekomendasikan kalian naik ke Ijen ini
sendirian, kecuali kalian pernah kesini atau kalian memang nekat dan frustasi
macam saya. Atau ada teman satu aja itu sudah cukup daripada sendirian.
Sepanjang perjalanan yang ada cuma pepohonan, kadang
ada satu dua bangunan tapi itu cuma bangunan kosong. Makin ke dalam, hutan
semakin lebat. Semakin naik, suhu udara semakin turun. Mau berhenti pasang
sarung tanganpun aku tak berani, praktis tanganku kram menahan hawa dingin yang
semakin menusuk.
Aku pernah baca kalau ke ijen, nanti di tengah
perjalanan kita akan bertemu dengan tanjakan yang tinggi dan jurang yang sangat
dalam, disitulah tempat rawannya. Aku tidak tahu dan tak mau tahu, aku cuma pasrah
kepada kepada Tuhan mengenai keadaanku saat ini. Kalau ada yang bilang naik
gunung itu bisa menjadi perjalanan spiritual, bagiku itu benar-benar terjadi
sekarang. Aku pasrah.
Entah sudah berapa lama aku berjalan sendirian di
kegelapan malam, tiba-tiba di ujung jalan aku melihat sayup-sayup ada lampu penerangan,
di kiri jalan ada bangunan yang sepertinya warung minuman, tapi sudah tutup, dan
di depannya ada plang tulisan “Anda memasuki kawasan taman wisata alam, Kawah
Ijen”. Inilah PALTUDING.

Gambar 1. Plang Masuk Kawasan Kawah Ijen
Alhamdulillah, aku sampai dengan selamat di tempat
ini. Pos pintu masuk naik ke puncak Ijen.
Jam menunjukkan pukul 9 malam. Di kawasan ini aku
tak melihat ada satu orang pun disana. Aku masuk ke dalam barangkali ada warung
yang masih buka. Di kejauhan aku melihat ada orang yang mengarahkan senter
padaku, sepertinya memanggilku.
Aku datang ke tempat bapak itu, ternyata itu sebuah
warung. Kata beliau, pintu masuk baru akan dibuka jam 1 dini hari nanti, aku
disuruh istirahat terlebih dahulu. Bisa lesehan di bangku warung ini atau tidur
di Musholla atas sana.
Karena seharian aku belum makan, aku terlebih dahulu
makan bekal Nasi Tempong, yang aku beli di tengah perjalanan ketika mau
berangkat naik tadi.
Oh iya, sebelum berangkat mampirlah terlebih dahulu
ke Indomaret, buat beli perbekalan dan juga beli masker, karena bau belerang di
kawah ijen ini sangat pekat.
Kalau kalian pernah ke Bromo dan naik ke atas buat
melihat kawah belerangnya, mungkin kalian akan cepat beradaptasi dengan bau
belerang di kawah ijen ini. Tapi jika kalian belum pernah nyium bau belerang
sebelumnya, disarankan buat menyewa alat bantu pernafasan yang disewakan guide
disana, karena jika kalian tidak kuat dengan bau belerang, ditakutkan kalian
akan pingsan. Atau pake cara termurah, dengan menggunakan kain yang telah
dibasahi dengan air, lalu digunakan sebagai masker (tips ini diperoleh dari
bapak penambang disana).
Setelah selesai makan, aku siap-siap nyari tempat
tidur buat istirahat, tapi sebelum itu, si bapak tadi menawarkan jasanya buat
nganter aku untuk muncak nanti, katanya jalan kesana berbahaya. Uwalah, tibake
bapake ini guide juga tho.
Aku menolaknya dengan halus, si bapak tanya, apa aku
pernah pergi ke atas? Aku jawab belum, tapi aku sudah baca artikel tentang
perjalanan kesana, InsyaAllah aku bisa.
Aku pergi ke Musholla buat nyari tempat tidur,
rupanya disana sudah ada orang yang tidur dengan sleeping bag nya. Alamak, aku
baru sadar aku gak bawa apa-apa. Cuma beberapa lembar koran Surya yang aku beli
di terminal tadi pagi dan sepotong sarung.
Aku menggelar koran buat aku jadikan alas di
musholla yang berlantai keramik ini, waktu aku sedang mempersiapkan tempat
tidurku, rupanya orang di sleeping bag itu terbangun, dan ternyata bukan cuma
satu orang, tapi dua. Dan yang bikin aku kaget, ternayata itu cewek cowok,
tidur dalam satu sleeping bag sambil “Kelonan”. Duh enake, tapi sayang gak
ngerti tempat sama sekali. Ini Musholla woy...bukan tenda.

Gambar 2. Musholla tempat aku nginep
Satu tips lagi kalau mau nginep di Paltuding,
pastikan kalian bawa Sleeping bag, karena udara malam disana sangat dingin. Aku
yang Cuma beralaskan koran dan berselimut sarung, hampir pingsan kedinginan
waktu menjelang dini hari. Tubuhku menggigil kedinginan dan hampir gak bisa
gerak, aku segera bangun dan pergi ke warung buat memesan minuman panas dan
pergi ke depan tungkunya buat “mencairkan” tubuh yang hampir hipotermia.

Gambar 3. Numpang menghangatkan badan di tungku
warung kopi
Aku bangun jam 1 dini hari dimana orang-orang sudah
mulai berdatangan. Aku memesan segelas susu jahe hangat dan 2 gelas lagi buat
aku masukkan ke dalam botol minumanku, buat bekal di atas nanti.
Setelah tubuh mulai bisa beradaptasi dengan kondisi
suhu disana, aku mulai bersiap-siap buat naik ke puncak. Tapi sebelum itu, kita
harus beli tiket masuk terlebih dahulu.

Gambar 4. Pos Tiket Masuk (foto diambil pagi hari)
Fyi, tiket masuk kawah ijen ini untuk WNI sebesar 10
ribu rupiah, tapi buat turis sepertinya 100 ribu rupiah.
Tips buat solo backpacker buat naik ke puncak tanpa
pake guide. Kalian ikuti saja rombongan turis yang akan naik ke atas, disitu
pasti ada guide nya, tapi jangan terlalu deket, cuma ngekor aja. Oh ya, jangan
lupa kalau mau kesana bawa senter ya, karena disana tidak ada lampu
penerangannya (yaiyalah, namanya juga gunung).
Perjalanan ke Puncak berjarak 3 km, dengan waktu
perjalanan berkisar antara 2-3 jam, tergantung gaya berjalan kita. Medan yang
akan kita tempuh awalnya datar, kemudian mulai menanjak, semakin ke tengah
jalan akan semakin menanjak. Jangan paksakan kalau tubuh kita tidak kuat,
isitirahatlah.
Kalau kalian sudah sampe di Pos Bunder, maka perjalanan
tinggal separuh lagi. Setelah ini jalannya akan lebih datar tapi dengan rute
jalan yang pinggirnya adalah jurang.

Gambar 5. Pos Bunder (Foto diambil pagi hari)
Setelah kalian menemukan plang bertuliskan “awas gas
beracun”, berarti kalian sudah sampai di puncak ijen. Tinggal kalian turun ke kawah
buat melihat fenomena “Blue Fire” nya. Ingat, jalan menuju kawah ijen ini
sangat terjal, untuk itu kalian perlu berhati-hati agar tidak terjatuh waktu
akan turun.

Gambar 6. Setelah sampe di tanda ini, tinggal turun (foto diambil pagi hari)

Gambar 7. Jalan yang terjal (Foto diambil pagi hari)
Oh iya, waktu kalian turun, kalian akan berpapasan
dengan bapak pengangkut belerang. Kasih bapak itu jalan terlebih dahulu, karena
beban yang bapak pikul itu sangat berat, sekitar 75 kg per angkutan. Bayangkan..

Gambar 8. Bapak pengangkut belerang.
Setelah sampai di bawah, kalian akan segera
menemukan kumpulan asap dan cahaya berwarna biru. Itulah si Api biru atau “Blue
Fire”. Kalian bisa turun lebih ke bawah buat melihat proses penyulingan
belerang, tentunya kalau kalian pake alat bantu pernafasan dan tahan dengan bau
belerang yang pekat. Tapi jika kalian tidak kuat, kalian tetap bisa menikmatinya,
tapi dari kejauhan.

Gambar 9. Blue Fire

Gambar 10. Blue Fire dari kejauhan
Tips lagi. Jika kalian ingin menyaksikan fenomena
“Blue Fire” ini, datanglah lebih awal, karena sekitar jam setengah 5 subuh,
kondisi sekitar sudah mulai agak terang dan “blue fire” akan mulai tidak
kelihatan. Juga, lihat arah angin, pastikan kalian menghindari arah asap. Kalau
asap belerang menuju ke kalian, tutup mata dan jangan bernafas. Itu cukup
membantu kita agar terhindar dari sesak nafas dan mata perih (bule-bulepun
melakukan itu).

Gambar 11. Cuma aku aja yang pake masker kain
Oh ya, di bawah sana kalian juga bisa menyaksikan
penambang belerang yang sedang mengumpulkan belerang untuk diangkut ke atas.
Biasanya mereka ada juga yang menjualnya sebagai souvenir. Belilah barang satu
buah. Hitung-hitung bantu bapaknya. Satu potong belerang dihargai 5ribu rupiah
saja.

Gambar 12. Kerajinan dari belerang (foto diambil di pos bunder)
Karena asap belerang sudah mulai banyak, kami semua
dianjurkan untuk segera naik oleh bapak-bapak penambang, karena mereka bilang
kondisi itu cukup membahayakan buat kita. Kami semua pun segera pergi ke atas.
Di atas kita bisa menyaksikan matahari terbit, dan
menikmati pemandangan gunung yang sangat menakjubkan, kalau kalian mau, kalian
bisa ber SKSD dengan bule yang ada disana, hitung-hitung ngetes kemampuan
bahasa inggris kita secara gratis hehe.

Gambar 13. Puncak Ijen yang landai

Gambar 14. Sayang sekali kawah ijennya masih ketutupan kabut.
Setelah puas menikmati samudera diatas awan dan
matahari mulai naik, aku segera turun. Perjalanan turun jauh lebih cepat daripada
naiknya. Tapi tetap hati-hati, karena jalannya yang berkerikil menjadikan jalan
turunnya agak licin. Banyak orang-orang yang terpeleset jatuh, termasuk saya,
ketika melewati medan jalan ini.
Setelah mampir ke Toilet buat membuang sesuatu yang
ditahan sejak tadi (karena di puncak ijen tidak ada toilet), aku segera
siap-siap berangkat untuk melanjutkan ke tujuanku berikutnya, Taman Nasional
Baluran.

Gambar 15. Narsis dulu sebelum pulang
Tapi sebelumnya aku diperingatkan oleh si penjaga
toilet agar tidak pulang sendirian, karena jalannya cukup rawan. Dari itu aku
jadi tidak berani pulang sendirian. Aku menunggu kendaraan yang juga akan turun
ke bawah. Praktis, perjalanan ke bawah rada memakan waktu lumayan lama.
Dan ternyata bener, baru aku sadar, jalan yang aku
lewati tadi malam ketika berangkat kesini itu cukup menyeramkan. Kanan kiri
hutan yang lebat. Wadah..untung gak terjadi apa-apa.
(bersambung
ke Banyuwangi Part 2 : Taman Nasional Baluran, Savana Bekol, Pantai Bama)
Ini rincian pengeluaranku di hari pertama :
-Sarapan 10.000
-Angkot ke Arjosari 4.000
-Bus Malang-Probolinggo 18.000
-Bus Probolinggo-Jember 20.000
-Bus Jember-Banyuwangi 35.000
-Sewa motor 75.000
-Charge dijemput 15.000
-ke Indomaret 15.000
-Bensin 24.000
-nasi tempong 8.000
-minuman hangat 21.000
-tiket masuk ijen 10.000
TOTAL : 262.000
-Angkot ke Arjosari 4.000
-Bus Malang-Probolinggo 18.000
-Bus Probolinggo-Jember 20.000
-Bus Jember-Banyuwangi 35.000
-Sewa motor 75.000
-Charge dijemput 15.000
-ke Indomaret 15.000
-Bensin 24.000
-nasi tempong 8.000
-minuman hangat 21.000
-tiket masuk ijen 10.000
TOTAL : 262.000