Selasa, 27 Mei 2014

CARA BUAT PASPOR BARU



Akhirnya aku punya paspor. Ternyata mengurus Paspor tak seribet seperti apa yang kita bayangkan selama ini. Prosesnya mudah, cukup simpel, hampir sama dengan ketika kita mengurus KTP, tapi kali KTP yang kita buat adalah KTP versi Internasional, yang diakui di seluruh dunia, yaitu Paspor.
Berikut ini aku ceritakan bagaimana kisahku ketika membuat Paspor, siapa tau berguna buat kalian nanti. (Eits...tentunya gak pake calo ya...)
HARI PERTAMA. 

Datanglah ke Kantor Imigrasi untuk membuat paspor ( Bukan ke Dispenduk/Capil ya, apalagi ke kantor Kecamatan). Kalau untuk wilayah Malang Raya, Kantor Imigrasi terletak di Jl. Panji Suroso ( Dekat dengan STIKES Kendedes Malang atau Jurusan Terminal Arjosari).

Datanglah pagi-pagi sekali, karena semakin siang antriannya akan semakin panjang. Kemarin aku datang sekitar jam 10 pagi dan dan dapat nomer antrian yang baru dipanggil pas waktu adzan Dhuhur. Oh ya, saat datang, langsung saja masuk ke dalam kantor dan mintalah nomer antrian pada Security yang ada disana. Nanti disana kita akan ditanya keperluannya apa, mau buat paspor baru atau perpanjangan. Jawab aja buat paspor baru. Kemudian kita akan ditanya dokumennya sudah lengkap apa belum, jika sudah kita akan diberikan MAP KUNING yang berisi Formulir pengajuan Paspor Baru. GRATIS.

Jangan lupa sediakanlah dokumen-dokumen berikut ini. 1) KTP.  2) KK.  3) Akte Lahir/ Ijazah/ Surat Nikah.  4) Surat Ijin/ Rekomendasi dari atasan bagi yang berstatus karyawan (baik negeri/PNS/Swasta). Jangan lupa bawa yang asli buat jaga-jaga kalau nanti ditanya.

KTP, KK dan akte lahir di fotokopi di kertas A4 (tidak dipotong) masing-masing 1 lembar. 

Mengenai Akte Lahir ini, beberapa hari yang lalu aku sempat cemas, takut tidak bisa mengurus Paspor karena tidak punya akte (Sudah buat tapi belum jadi), kemudian nekat aku tetep ngurus tapi pakai fotokopi Ijazah, eh ternyata diterima (padahal isunya sih wajib pake Akte, sebenarnya mungkin kegunaannya hanya untuk memastikan tanggal lahir aja).

Syarat yang ke empat, Adanya Surat Rekom/ Surat Ijin dari atasan bagi yang telah bekerja baik di suatu lembaga pemerintahan ataupun di perusahaan swasta.

Aku pikir surat Rekom/Surat Ijin itu hanya untuk karyawan dari lembaga pemerintah/PNS saja, eh ternyata pak Security nya bilang, meskipun dari perusahaan swasta seperti McDonald’s, tetep harus ada surat rekomnya, yang menandakan bahwa atasan dimana kita bekerja telah mengijinkan kita untuk bisa pergi ke luar negeri.

Berhubung aku sudah terlanjur ada di Kantor Imigrasi, aku tak mau bolak balik lagi dan harus antri dari awal lagi. Akupun mencari cara. 

Nah, Kebetulan Status Pekerjaan di KTPku masih tertulis sebagai “Pelajar/Mahasiswa”. Ini bisa aku jadikan sebagai jalan keluar. Karena, Saat aku “iseng” baca semua tulisan yang ada di papan pengumuman sambil nunggu antrian, aku menemukan sebuah pengumuman yang menyatakan bahwa, Khusus Mahasiswa yang ingin buat paspor, persyaratan yang dibutuhkan hanya fotokopi KK, Ijazah, dan KTM (Kartu Tanda Mahasiwa). Tanpa Surat Rekom. Siip dah...

Iseng aku tanya pada security yang satunya (yang tidak tau kalau aku sudah bekerja). Jika aku sebagai “Mahasiswa”, kolom pekerjaan ini harus ditulis apa?. Pak security itu bilang bisa dikosongin atau diisi dengan nama universitas dimana kita kuliah. Aku isi saja dengan nama kampusku (padahal udah lulus kemarin hehe). Sudah, beres deh. Statusku sekarang adalah “Mahasiswa” yang ingin ke luar negeri haha...

Masukkan Formulir yang telah kita isi beserta FC dokumen ke dalam Map Kuning. Selesai itu, tinggal menunggu nomer antrian kita dipanggil (Bisa sambil baca koran atau Update Status haha..).

Saat nomer antrian dipanggil, majulah ke loket yang telah ditentukan (Jangan takut, karena gak bakalan dicakot). Serahkan Map yang kita bawa pada petugas, disana kita akan ditanya-tanya lagi, apa keperluannya buat paspor, mau kemana, sama siapa, berapa lama dan lain-lain dan juga dokumen yang kita bawa akan diperiksa keasliannya.

Sekitar 5 menit kemudian, kita akan diperlihatkan mengenai data yang akan tertulis di paspor kita nanti, sekaligus memastikan nama, alamat dan tanggal lahir kita. Setelah selesai, petugas akan memberikan semacam kwitansi yang menerangkan jumlah yang harus kita bayarkan untuk biaya pembuatan paspor baru, sebesar Rp. 255.000. Pembayaran harus dilakukan melalui Teller Bank BNI ( Tidak melalui transfer), total biaya pembuatan paspor setelah ditambah biaya admin Bank menjadi Rp. 260.000. Simpan bukti pembayaran kita baik-baik, jangan sampai hilang.

Setelah urusan pembayaran selesai, kalian boleh pulang dan datanglah kembali ke Kantor Imigrasi sekitar dua hari kemudian, jika kalian datang hari Senin, maka kalian harus datang lagi pada hari Rabu, untuk Pengambilan Foto, sidik jari dan wawancara.

HARI KEDUA

Proses selanjutnya setelah penyerahan data dan pembayaran selesai adalah pengambilan foto dan wawancara. Proses kali ini membutuhkan waktu yang jauh lebih lama daripada proses yang pertama. Untuk itu, datanglah pagi-pagi sekali, sekitar jam 7.00 karena kantor imigrasi buka jam 08.00 dan pembatasan nomer antrian sekitar jam 11.00 siang. Dan jam 7.00 itu orang-orang yang antri juga sudah banyak.

Seperti biasa saat masuk, mintalah nomer antrian pada Security sambil menunjukkan bukti pembayaran kita di Bank. Setelah itu tinggal menunggu nomer antrian kita dipanggil (bisa sambil Update Status lagi hehe..). Saat dipanggil masuklah ke dalam ruang Foto, disana kita akan diambil foto kita dan juga sidik jari. Selanjutnya adalah Wawancara.

Prosesnya lumayan memakan waktu, karena dilayani satu persatu. Oleh karenanya, penting untuk datang lebih pagi biar gak terlalu antri.

Tips ketika wawancara, jangan gugup dan jawab apa adanya. Biasanya nanti akan ditanya lagi apa keperluannya buat paspor, mau kemana, dengan siapa, berapa hari, ditanya juga alamat dan tempat kerja/kuliah kita.

Biar gak dipersulit ketika wawancara, jawab saja singkat. Kemarin saat aku diwawancara mau ngapain ke luar negeri, aku jawab saja “jalan-jalan”.

Setelah proses pengambilan foto, sidik jari dan wawancara selesai. Kalian boleh pulang dan datanglah kembali dua hari kemudian untuk pengambilan paspor. Karena hari sabtu-minggu tak dihitung,  jadi kita ambil paspornya sekitar hari Senin.

HARI KETIGA

Kalau untuk ngambil paspor, kalian tak perlu datang pagi-pagi sekali, karena proses yang satu ini lumayan cepat. Tak sampai 5 menit.

Seperti biasa ketika masuk ke dalam kantor imigrasi, mintalah nomer antrian pada security, bilang mau ngambil paspor. Setelah nomer kita dipanggil datanglah ke loket yang telah ditentukan. Disana kalian akan diperlihatkan paspor baru kalian, apa sudah benar atau belum. Jika sudah, kalian akan diminta untuk fotokopi paspor baru kalian setelah itu fotokopinya akan diambil oleh petugas dan kalian boleh bawa pulang paspor kalian.

Sudah, gitu aja.

Kalau ditanya untuk apa buat paspor? Ya untuk bisa ke luar negeri. Perlu diketahui juga, sekarang untuk bisa ke luar negeri gak harus mahal loh, bahkan kadang bisa lebih murah daripada dengan wisata dalam negeri (ini bukan menjelekkan negeri kita, Cuma dengan ke luar negeri, kita bisa bandingin negeri kita dengan negeri orang lain dan kita juga bisa banyak belajar pada negeri orang itu).

Dan maskapai pun sekarang berlomba-lomba memberikan harga promo yang paling murah. Surabaya-singapura kadang Cuma 190ribuan.

Perlu diketahui juga, untuk kawasan negera ASEAN, kita gak perlu buat VISA. Enak kan. Jadi, kita hanya butuh paspor untuk reservasi tiket promo dan juga sangu.

So, nunggu apa lagi. Ayo buat paspor sekarang.

salam respect
Roni Cool
27 Mei 2014

           

Jumat, 04 April 2014

PILIH MANA?


“Apa kamu yakin akan tetap menunggunya, Kang?”.
Suara Arman membuyarkan lamunanku. Dia datang sambil membawa sepiring weci hangat dan dua gelas Aqua yang ia pesan dari kantin pondok. Hari ini aku pergi ke Dampit. Ke pondok Nasrudin tempat Arman, sahabatku mengajar.
“ Ayo, Kang. Sambil dimakan”. Aku mengambil satu weci yang masih hangat dan menggigitnya sebagian.
“Masih banyak gadis lain disana, yang tentu masih lebih baik dari dia. Jangan kau siksa dirimu dengan penantian yang tak berujung, Kang”.
“Ini bukan soal penantian, Kang. Tapi ini soal janji”. Kataku Sambil menelan potongan weci terakhir.
Semenjak masa kuliah dulu. Aku dan Arman punya panggilan khas, Kang. Mungkin karena latar belakang pondok pesantren sehingga kami lebih sering memanggil dengan Kang daripada memanggil dengan nama, atau bahkan bukan dengan Bro atau Sob seperti yang sedang ngetren saat ini.
“Janji. Janji jari kelingking? Memangnya sampai kapan kamu akan tetap memegang janji itu. Apa dia juga masih menepati janjinya. Buktinya, ia sudah pergi. Kemana dia sekarang?” kata-katanya penuh semangat, menantang aku untuk menjawab. Tapi aku masih diam
“Kang, masa pacaran itu memang kadang identik dengan janji-janji, yang manis-manis. Ada yang janji setia, tak pernah mendua. Ada yang cinta sehidup semati. Tapi kalau sudah jalan lama trus  tengkar. Janji ya tinggal janji”. Benar juga apa yang dikatakannya, pikirku dalam hati.
“Entahlah, Kang. Apa aku ini memang bodoh. Atau aku yang terlalu polos dengan tetap percaya pada janji itu. Aku sendiri tak tau. Bagiku, siapapun yang berjanji. Tetap harus di tepati, entah aku ataupun dia”.
“Dengan menyiksa dirimu seperti ini?”. Aku lihat kening Arman sedikit mengkerut. Aku tau dia kecewa dengan sikapku.
“Kang, dengar. Tuhan itu Maha Penyayang. Maha Pengasih. Tuhan itu tidak suka melihat hamba-Nya menyakiti dirinya sendiri seperti ini. Rahmat Tuhan itu luas, Kang. Bumi itu tak Cuma satu, ada banyak”. Dia berhenti sejenak untuk meminum Aqua gelasnya.
“Maksudnya, Kang?” aku sedikit heran dengan perumpamaan yang ia ucapkan.
“Maksudnya, wanita yang baik itu banyak. Nggak cuma satu. Nggak Cuma Yana. Masih banyak Yana-Yana lain yang menunggu kedatanganmu. Menunggu kau sapa. Jangan kau lepas marmut di tangan dengan harapan dapat marmut yang sedang terbang”

“Merpati, Kang”. Aku geli juga dengan perumpamaan yang ia buat
“Alah, podo ae. Pokoknya. Jangan kau sia-siakan hidupmu, hanya untuk menunggu orang yang nggak jelas seperti dia. Maaf ya Kang, kalau omonganku ini rada kasar. Biar kamu itu termotivasi. Biar kamu nggak galau terus. Wanita kok dibuat galau. Kayak Nggak ada kerjaan lain aja”
“Gayamu, Kang. Kayak nggak pernah patah hati aja”. Kataku sambil melempar satu buah cabe yang ada di piring ke arahnya.
Dia sedikit mengelak dari lemparanku. “ Emangnya kapan aku pernah patah hati?”
“Halah. Dulu itu, sewaktu pisah sama inisial A. Apa nggak galau”. Kataku sambil menaik-naikkan alisku, menggodanya.
“ Itu dulu. Sekarang kan udah Move On, Kang” katanya sambil tersenyum kecil. Nyindir aku ini.
“Cepet banget. Temenku bilang, Kang. Dibalik Move on yang lambat. Pasti tersimpan mantan yang hebat. Hehe...” tawaku penuh kemenangan.
“Halah. Prinsip gitu dipake Kang..Kang. Pantesan aja angel move on nya. Harusnya tuh diganti. Dibalik move on yang cepat, pasti ada wanita yang jauh lebih hebat, begitu. Haha..” tawanya. Pokoknya, nggak bakalan menang kalau main perumpamaan sama Arman.
“Iya deh nyerah. ngaku kalah aku. Tapi...” Sejenak aku berhenti, sedikit ragu untuk mengatakannya. Arman diam, menunggu.
“Aku akan tetap pada prinsipku, Kang. Memegang janji itu. Menunggunya” aku tak berani menatap Arman. Aku tau dia kecewa padaku.
Lama kami saling diam.
Terdengar Arman menarik nafas dalam. “Kang, sejujurnya aku nggak mau lihat kamu seperti itu, Kang. Rapuh. Seperti tak ada harapan”. Nadanya terdengar datar.
“Dimana Roni Cool yang dulu pernah aku kenal. Yang punya keinginan untuk keliling dunia. Dimana Roni Cool, yang dulu pernah dengan lantangnya berkata padaku bahwa ia akan mencapai impiannya itu meskipun orang lain tak percaya”
Terlihat Arman sangat bersemangat. Aku masih diam, menunggu lanjutan kata-katanya.
“Dimana sahabatku yang ceria dulu. Yang dengan keceriaannya itu suka menggoda adek kelas ketika di kampus”
Aku sedikit tersenyum dengan kata-katanya yang terakhir ini.
“Tuh kan. Kamu itu sebenarnya bisa move on, Kang. Cuma kamu itu masih silau dengan kenangan masa lalu. Masih dibayang-bayangi wajah Yana. Makanya, kalau kamu ketemuan. Jangan kamu pelototin wajahnya. Jadinya begini deh. Sukar lupa. Hehe..” katanya dengan senyum menyeringai.
“Ah, bisa aja kamu, Kang”. Aku kembali tersenyum gara-gara humornya.
“Kang. Ini aku punya kenalan. Dia dulu santriwati sini, tapi sekarang sudah kuliah di Malang. Yah, barangkali ada jalannya kamu bisa sama dia”. Katanya sambil memberikan sebuah nomer di dalam hapenya.
Aku masih diam, tak mampu menjawab dengan tawaran yang Arman berikan.
“Dia anaknya baik kok, Kang. InsyaAllah shalilah. Dulu, dia pernah bilang padaku kalau ingin dapat suami yang baik. Semoga saja kamu bisa berjodoh sama dia, hehe..”
Tiba-tiba ada orang yang mengetok pintu kamar. Tak lama kemudian pintu terbuka. Seorang santri masuk.
“Assalamualaikum. Maaf ustadz, ditimbali bu Nyai”.
“oh ya, aku segera kesana”. Sebelum melangkah keluar Arman menoleh padaku. “Pikirkan, Kang. Jangan kau sia-sia kan kesempatan yang ada di depan mata. Ingat, kesempatan tidak datang dua kali. Dan ingat juga, jarang-jarang loh aku mau berbuat baik memberikan nomer cewek cantik kepadamu. Pikirkan Kang. Aku pergi dulu sebentar” Katanya sambil menutup pintu lama.
Di depanku tergeletak Handphone Arman yang sedang menyala. Di dalamnya, tertulis sebuah nama beserta sebuah nomer telepon.
Azkiya

Roni Cool
4 April 2014

Sabtu, 22 Maret 2014

Kalung Separuh Hati

Sudah dua tahun berlalu semenjak kejadian itu. Kalung ini masih utuh. Tergantung di depan meja kamarku. Kalung berbentuk separuh hati. Kalung yang hanya akan berbentuk sempurna, jika digabungkan dengan bagian lainnya.

Hari Jum’at, Stasiun Kepanjen. Saat itu tiba-tiba kamu menelepon aku untuk segera menemuimu. Kamu mau ke Ampel, Surabaya. Waktu itu aku sedang kerja. Dan dengan diam-diam pergi keluar. Hanya untuk menemuimu.

Kita sama-sama tau, waktu kita tak banyak. Aku yang harus segera balik ke pekerjaan dan kamu yang sebentar lagi akan naik kereta.

Di bangku paling utara, dekat Mushalla. Aku melihatmu. Sendirian, memainkan Handphone imutmu dengan gantungan tali berwarna ungu. Tampak gelisah. Tak jauh darimu, aku melihat Mbak Nia, kakakmu sedang bercanda dengan Udin. Aku hampiri mereka untuk sekedar menyapa, namun Mbak Nia menyuruhku untuk segera menemuimu.

Perlahan aku berjalan ke bangkumu. Aku yakin, pasti kamu tau kehadiranku. Namun kamu tetap tak bergeming, terus melihat ke depan, tak sedikitpun menoleh ke arahku. Aku paham maksudmu. Aku tak akan protes.

Segera aku duduk di sampingmu. Seperti biasa, tanpa jabat tangan.
“ Assalamu’alaikum. Dek. Udah lama?” aku memulai pembicaraan.
“Wa’alaikum salam, Cak. Lumayan.” Hanya itu. Kebiasaanmu. Tak banyak bicara. Dan tetap tak mau menoleh kepadaku.
“Ada apa, tiba-tiba menyuruh aku kesini?” tanyaku.
“Nggak. Nggak ada apa-apa” katamu suram. Sambil terus memencet Hape seakan-akan sedang menulis SMS. Kamu masih begitu. Tak akan dengan mudah menceritakan masalah.
“Aku ngerti pean. Kamu tak akan menelepon jika tak ada yang penting. Apalagi sampai menyuruhku datang kesini. Coba ceritakan, ada apa” kataku. Kali ini aku memandangmu.
“Sudah aku bilang, aku nggak apa-apa Cak. Kalau aku bilang aku nggak apa-apa, ya nggak apa-apa” katamu sedikit lebih nyaring dari yang tadi. Aku sedikit kaget. Kali ini kamu menoleh padaku. Keningmu mengkerut. Aku melihat matamu sedikit berkaca-kaca meskipun terhalang oleh kacamatamu. Sejenak mata kita bertemu.
“Ya sudah. Kalau memang nggak mau cerita, nggak apa-apa. Tapi, boleh aku minta sesuatu?” kataku mengalihkan pembicaraan.
“Apa?”
“Keretamu nanti datang jam 09.45 dan sekarang jam 09.15. Masih ada waktu sekitar setengah jam untuk kita bersama. Ayo jalan-jalan keluar” ajakku sambil melihat jam di layar Hapeku.
“Kemana?”.
“Nggak jauh koq. Cuma jalan-jalan ke toko di sebelah jomplangan” kataku. Kemudian sambil berdiri aku memandangmu. Kamu tak langsung berdiri. Mungkin masih ragu. Tapi tak lama kemudian kamu ikut berdiri. Aku berjalan ke arah pintu keluar. Dan kamu ada di belakangku. Saat melewati Mbak Nia, aku memberikan isyarat padanya. Dia hanya mengangguk, paham akan maksudku.

Reborn Shop. Toko di sebelah jomplangan rel kereta api. Menjual aneka macam assesoris. Saat masuk, kami disambut penjaga toko. Di dalam, ada dua orang pemuda yang sedang memilih ikat pinggang dengan model ala punk.

Yang aku pikirkan pertama kali, aku ingin membelikanmu cincin. Tapi itu tak mungkin. Karena aku tak bisa memakai cincin. Aku ingin memberikan sesuatu yang aku dan kamu bisa sama-sama memiliki. Dan aku melihat sebuah kalung yang berbentuk hati yang dapat dipisah untuk dijadikan dua. Separuh hati untukku dan separuh hati untukmu.

“ kalung ini melambangkan hati kita. Separuh hatiku ada pada pean dan separuh hati pean ada padaku”. Aku memasukkan kalung itu ke dalam saku bajuku dan kamu langsung memakainya.

Dalam perjalanan kamu masih diam. Tetap tak mau bicara. Iseng, aku pura-pura pinjam Hapemu. Maksudku untuk mencairkan suasana agar kamu mau bicara. Tapi tiba-tiba ada sms masuk. saat aku buka, dan memang sengaja aku membukanya. Ada sebuah pesan . Dari Kak Kharis.

<Aku masih menunggu jawabanmu Yana. Sampai kapanpun aku tetap akan mencintaimu>

Serasa langit runtuh. Jantungku berdetak kencang. Nafasku memburu. Marah.
“oh, gitu ya. Ternyata di belakang pean begitu” tanyaku dengan nada menahan amarah.
“Maksudnya?” kamu kelihatan heran.
“Maksudku, apa yang dimaksud dengan SMS ini?” sambil menunjukkan pesan itu padamu.
“Cak. Itu Cuma..itu Cuma..”
“Cuma apa...pacar baru?? Ternyata begitu ya dek. Aku selalau percaya pada pean. Tapi kenapa pean main di belakangku. Aku kecewa pada pean Dek” kataku melangkah meninggalkannya ke stasiun.
Kamu mengejarku.
“Cak, dengerin dulu”. Seraya menarik lenganku.
Pertama aku acuh. Tapi karena kamu terus menarik lenganku. Akupun berhenti.
“Apa? Semua sudah jelas koq”
“ Cak. Dengerin dulu. Aku mau cerita tentang itu pada pean. Tapi aku bingung harus mulai dari mana. Sungguh. Aku tak pernah menghianati pean”.
“ Oh ya, trus siapa Kak Kharis itu. Pake bilang cinta-cintaan segala. Kalau bukan pacar mana mugkin bilang cinta. Jawab aja ‘iya’. Pean juga suka dia kan?”.
“ Cak...”suaramu nyaring. Membuat Orang-orang di pinggir jalan menoleh ke arah kita. Aku kaget. Diam. Malu.
“ Cak. Aku tak pernah dan tak akan pernah menghianati pean. Karena aku sudah berjanji dengan pean. Aku masih ingat janji kita. janji jari kelingking kita” katamu sambil menunjukkan jari kelingkingmu. “ Cak. Kak Kharis itu temannya Mbak Nia. Aku sudah menganggapnya sebagai kakakku dan aku tak ada perasaan apa-apa sama dia”.
“Tak ada perasaan apa-apa tapi koq bilang cinta?” kataku membantah.
“Tadi malam dia nembak aku. Aku sudah bilang kalau aku sudah punya pean. Tapi tetap saja dia ngotot”
“Kenapa nggak pean terima aja”jawabku rada ketus. Jujur, aku marah padamu.
“ Aku nggak mau Cak. Aku sudah bilang pada dia aku nggak mau. Nanti kalau aku sudah di Ampel akan aku ceritakan semuanya pada pean. Dan satu lagi, aku tak mau karena aku...” katamu. Tanpa meneruskan. Kamu terlihat bingung.
“Karena apa? Karena takut ada aku” kataku memaksa.
“Bukan. Karena aku...sayang...sama pean” sambil memalingkan wajah ke arah lain. Hampir tak terdengar. Kamu yang jarang mengatakan cinta padaku. Bahkan melalui SMS sekalipun. Kini kamu mengatakannya langsung kepadaku. Di depanku. Seakan-akan aku merasa ditembak olehmu. Aku tak kuasa menyembunyikan senyumku.
“Apa? Ulangi lagi” iseng aku menggodanya.
“Gak Mau” katamu. Sambil berjalan pergi ke arah Stasiun.
aku mengejarmu dan sepanjang jalan aku tetap memintamu untuk mengulangi kata-kata itu. Sekali lagi. Tapi tetap saja kamu tak mau.

Kereta datang tak lama setelah kita masuk ke Stasiun. Kamu, Mbak Nia dan Udin bersiap-siap naik kereta di pinggir rel. Aku ada disampingmu. Serasa tak ingin dipisahkan. Sebelum naik, kamu bilang sesuatu padaku
“Cak. Kalau sudah di Ampel. Pean minta di doakan apa?”
“Aku minta. Semoga Tuhan mau mengembalikan pemilik kalung separuh hati yang lain kepadaku.” Kataku sambil mengambil kalung itu dari sakuku.
“Amin” jawabmu sambil memegang kalung separuh hati yang kamu kenakan.

Tak lama kereta berhenti dan kamu naik ke dalam. Aku berharap kamu akan duduk di pinggir jendela sehingga aku bisa melihatmu untuk terakhir kalinya. Tapi harapan mungkin hanya tinggal harapan. Sampai kereta berjalan. Aku tak melihatmu. Tak terpikir olehku, bahwa pertemuan itu adalah pertemuan terakhir antara aku dan kamu.

Yang tersisa hanya aku dan kalung separuh hati. Disini. Di Stasiun Kepanjen.

Roni Cool
22 Maret 2014

Selasa, 11 Maret 2014

BISNIS ITU IBADAH, TAPI BUKAN “MEMBISNISKAN” IBADAH



            Tadi malam aku ikut seminar “Social Spiritual Entrepeneur” bersama Ridwan Abadi ( Owner Batagor Jepang ) di Islamic Book Fair, Malang. Dalam seminar itu Mas Ridwan berkata, kalau bisnis itu tak bisa dilepaskan dari yang namanya ibadah. Bisnis dan Ibadah adalah dua hal yang saling melengkapi. “Bisnis itu adalah ibadah dan ibadah itu bisa melalui bisnis”. Tidak seperti apa yang dikatakan oleh para pebisnis beraliran kapitalis, bahwa bisnis dan ibadah itu berbeda. “ Bisnis ya bisnis, ibadah ya ibadah, jangan dicampuradukkan”.
            Dosenku di STAI Kepanjen, Mr. DR. Taufiqi Bravo ( Owner “Bravo VIEC” , Malang ) juga mengatakan. Bisnis adalah sarana ibadah kita untuk dapat  memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada sebanyak-banyaknya manusia di muka bumi ini. Jadi, lewat bisnis kita juga dapat beribadah.
            Aku tidak akan membantah kedua pendapat diatas, karena kedua-duanya aku amini. Bisnis itu ibadah dan ibadah itu bisnis. Yang akan kita coba diskusikan dalam tulisan kali ini adalah bagaiamana jika“MESBISNISKAN” IBADAH.
            Beberapa waktu yang lalu di desaku, Bulupitu. Ada sebuah pengajian yang mendatangkan seorang Ustadz yang berdakwah dengan cara yang luar biasa ( tak perlu aku sebutkan namanya dan cara dakwahnya ). Dari cara dakwahnya yang luar biasa itu banyak warga yang kagum terhadap sosok Ustadz ini. Sehingga banyak warga yang mengharapkan beliau hadir lagi dalam pengajian yang akan diadakan tahun berikutnya.
            Pucuk bersambut, Ustadz ini akan hadir lagi ke Bulupitu. Kali ini akan singgah ke rumah salah satu saudaraku. Betapa senangnya dia karena rumahnya akan kedatangan seorang ustadz  yang menjadi “idola baru” di desaku ini. Saudaraku itu juga mendapat pesan dari sang Ustadz untuk mengajak orang sebanyak-banyaknya pada acara yang akan diselenggrakan nanti. Pikirku Ustadz itu akan mengadakan pengajian lagi. Tapi itu salah.
            Mulanya memang sang Ustadz memberikan “Mauidah Hasanah”. Tapi lama kelamaan, “mauidhah” itu sedikit demi sedikit melenceng ke arah lain. Ujung-ujungnya, sang Ustadz memperkenalkan salah satu minuman yang katanya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Cukup minum satu tutup botol saja tiap hari. Maka penyakit yang diderita akan segera hilang.
            Dari sini aku sudah dapat menebak, kemana arah “mauidah” ini akan berakhir. Karena, dilihat dari merk yang ada dalam kemasan botol minuman itu (yang tidak ada Arab-arabnya sama sekali) dan juga dari cara bicara sang ustadz. Pasti ini akan menjurus keranah komersil.
            Ternyata benar. Ustadz itu menawarkan kepada setiap orang yang ingin mendapatkan minuman itu untuk bergabung ke dalam sebuah sistem. Cukup dengan memberikan uang sebesar Rp. 150.000, maka dia akan mendapatkan minuman itu beserta satu set “petunjuk” produk kesehatan lainnya.
Dan jika orang itu sudah bergabung, maka dia boleh menjual minuman itu kepada orang lain atau mengajak orang lain untuk ikut bergabung dalam sistem ini. Semakin banyak orang lain yang diajak masuk dan mau bergabung dalam sistem ini, maka semakin besar bonus yang akan dia dapatkan kelak. Satu hal yang dapat aku simpulkan dari “mauidhah hasanah” ini, MLM.
Ya, Ustadz itu telah “membisniskan” ibadah. Mengkomersilkan dakwah dan memanfaatkan ketokohan dalam dirinya untuk mendapatkan keuntungan. Tidak salah memang. Tapi sayang, tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya. Ketika kami datang berduyun-duyun untuk mendengarkan ceramahnya, syukur-syukur jika beliau mau melakukan dakwahnya yang luar biasa sekali lagi. Tetapi bukan itu yang kami dapatkan, tetapi sebuah “tawaran” produk yang sebenarnya tidak kami butuhkan.
Sudah ada beberapa orang yang ikut bergabung dalam “bisnis” ini. Termasuk saudaraku. Aku menganggapnya mereka itu “korban”. Korban karena rasa kekaguman mereka pada sosok sang Ustadz, yang menurut anggapan mereka adalah orang yang baik, alim dan tak mungkin menjerumuskan mereka ke dalam hal-hal yang merugikan, sehingga mereka percaya dan ikut masuk dalam sistem ini. Namanya juga orang desa, lugu. Jika ada orang yang berpakaian putih-putih terus berkopyah putih, apalagi itu seorang Ustadz. Pasti langsung dipercaya.
Tak salah memang mereka masuk dalam MLM ini. Itu hak mereka. Mungkin juga ada beberapa orang yang berpendapat bahwa, orang yang bergabung itu juga tidak dirugikan karena sudah mendapatkan apa yang diinginkan, yaitu minuman itu. Tapi bagiku, tetap saja orang itu telah tertipu. Meskipun secara tidak langsung dan halus sekali. Semua itu memang cara yang digunakan oleh MLM untuk menggaet calon customernya. Seakan-akan baik, tapi ada maksud yang tersembunyi di belakangnya. Entah kenapa aku menganggapnya itu sebagai sebuah penipuan. (hal ini pernah aku bahas dalam tulisan yang berjudul “ MELIA dan MLM”).
Kini, setelah beberapa waktu berlalu. Sang Ustadz tidak pernah lagi datang ke Bulupitu. Dan “bisnis” itu, yang menjanjikan bonus bermilyar-milyar dan juga jalan-jalan ke luar negeri. Mandeg di tengah jalan. Entah, bagaimana nasib orang yang telah “termakan” ajakan Sang Ustadz itu.
Sayang memang, jika ada orang yang memanfaatkan ketokohannya untuk mendapatkan sebuah keuntungan. Atau bahkan, memanfaatkan ketokohan orang lain untuk maksud yang tidak semestinya.
Yang sering aku temui, ada orang yang bilang bahwa, Aa Gym telah memulai bisnis ini atau Aa Gym juga telah ikut dalam bisnis ini dan sekarang bisa dilihat kalau Aa Gym telah sukses. Begitu juga, ada yang menggunakan nama Ustadz Yusuf Mansyur, katanya beliau telah memulai bisnis itu. Siapa yang ikut bisnis itu maka tak hanya keuntungan duniawi yang di dapat tapi juga keberkahan pahala nanti di akhirat.
Pertanyaannya, benarkah itu semua dari mereka?. Setau saya, (baik Aa Gym maupun Ustadz Yusuf Mansyur) “bisnis” mereka itu berbasis dakwah dan telah dikenal oleh banyak kalangan masyarakat. Seperti MQ ( Manajemen Qolbu) Aa Gym atau PPIQ nya Ustadz Yusuf mansyur. Semuanya berbasis dakwah. Kalau dilihat lagi, sepertinya tak bertujuan untuk mencari keuntungan.
Jadi, kalau sekarang ada “bisnis” yang mengatasnamakan mereka dan belum dikenal oleh orang banyak. Bisnis ini perlu dipertanyakan keafdolannya. Jangan-jangan hanya mendompleng nama saja atau memanfaatkan ketokohan mereka. Jika itu memang benar, maka dalam hal ini, sepertinya aku setuju pada para pebisnis kapitalis itu.“ Bisnis ya bisnis, ibadah ya ibadah, jangan dicampuradukkan”.
STOP “Membisniskan” Ibadah!.

Salam Respect
Roni Cool
11 Maret 2014