Senin, 27 Januari 2014

CERITA “WEDANG” SUSU di PAGI HARI



Pagi ini aku meminta tolong pada nenek untuk membelikan segelas susu hangat di warung kopi sebelah rumah, aku kurang enak badan jadi aku minta tolong membelikannya, karena nenek sudah lumayan sepuh jadi perlu berulang-ulang aku menyebutkan pesenannya.
“nek,,minta tolong belikno “wedang” susu di warung Yuk Tani”pintaku, nenek ambil gelas.
“ wedang susu loh nek bukan kopi buat PERUTKU yang SAKIT ini”
“nek,,susu,,bukan kopi” sambil pake isyarat. Maklum kadang nenek sudah gak begitu dengar.
Tak lama, nenek pun kembali, dan yang dibawa, “wedang”  warna hitam.
“loh nek,,koq kopi?” tanyaku
“kan katanya “wedang”, ya ini “wedang”  jawab nenekku polos.
“haduh nek,,,” gubrak.

Begitulah, kadang bahasa kita dengan bahasa nenek berbeda. “wedang (jawa) atau Biddeng (madura) biasanya dipake untuk mengartikan segelas kopi anget, tapi kata wedang atau biddeng itu juga bisa diartikan sebagai minuman hangat yang dapat dicampur dengan lainnya, misal, wedang kopi, wedang susu, atau wedang jahe.
Tapi jika menggunakan kata “wedang” saja atau “biddeng” saja, menurut orang-orang yang sepuh itu adalah minuman kopi anget saja.
Dalam cerita diatas, mungkin saja nenek hanya menangkap pesan “wedang”nya saja atau Yuk Tani, si penjual kopi, menangkap pesan bahwa nenek datang hanya untuk membeli “wedang” alias kopi, bukan “wedang susu”, jarang toh mbah-mbah minum susu, keseringan malah minum kopi.

“loh, ayo diminum wedangnya” kata nenekku.
“minum aja deh nek gak pa-pa, perutku sakit, gak mau kopi”jawabku
“hoo,,perute sakit to” kata nenekku polos
GUBRAK,,,ternyata baru “ngeh” .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar