Sabtu, 08 Maret 2014

ANTARA AKU, CINTA DAN SAHABATKU Begins.



            Pertama kali melihat dia. Lucu, rada endut, embem. Aah ngegemesin banget. Setiap ketemu pasti ketawa. Dan senyum khasnya itu yang bikin aku kangen, selalu ingin bertemu dengan dia. Kalau kata orang, salah satu hal penyemangat biar kita sregep sekolah adalah perempuan yang cantik. Tampaknya aku mengamini itu.
Dia adek kelasku. Dari berpuluh-puluh anak baru yang masuk SMA NU ini, hanya dia yang terlihat bersinar. Dimataku. Awalnya, aku tak pernah tau kehadirannya. Aku baru tau ketika ada tugas buat anak-anak MOS baru, untuk minta tandatangan pada kakak-kakak OSIS. Dan dia pun datang padaku.
Aku sempet kaget juga ketika tiba-tiba dia datang padaku. Dengan membawa sebuah buku dan sebatang pulpen, dia menyodorkannya padaku, dan dengan senyum seindah gunung fuji dan gigi tengah yang mirip gigi kelinci. Memaksa aku untuk menanda tangani bukunya.
 “ Kak, minta tandatangannya”. “ Tandatangan apa?” kataku berlagak gak tau. Padahal aku sebagai panitia MOS sudah tau dengan kegiatan semacam itu.
“ Ya, tandatangan kakak, kakak kan OSIS, panitia. Jadi aku disuruh minta tandatangan kakak” katanya dengan tetap menyondongkan bukunya.
            “ Kalau aku gak mau, gimana” kataku. Sedikit menggoda.
            “ Ayo lah, Kak. Please” katanya memelas
            “ Kalau aku gak mau, ya gak mau” aku terus menggoda dia.
            “ Kakak pelit, aku gak mau berteman sama kakak” katanya dengan wajah rada cemberut. Sumpah, lucu banget mimik wajahnya itu. Dengan pipi yang digembungin dan bibir yang rada dimonyongin, bikin aku gemes. Ingin aku cubit saja pipinya itu.
            “ Yee, gitu aja marah. Katanya mau minta tandatangan”
            “ Lha kakak gak mau gitu” katanya. Masih dengan wajah cemberutnya.
            “ Aku mau, tapi ada syaratnya” Aku menggoda lagi.
            “ Tuh kan, koq masih ada syaratnya. Kalau gak mau. Ya udah aku pergi” katanya tambah cemberut lagi.
            “ Loh, kan memang begitu syaratnya. Setiap kakak OSIS pasti ngasih kamu tugas. Tuh, liat saja. Ada temanmu yang disuruh nyanyi. Tuh liat lagi, ada yang disuruh ngerayu. Nah itu. Disuruh ngapain itu. Semua sama. Dapat tugas sendiri-sendiri. Lha kamu, malah Cuma mau enak-enak minta tandatangan, tapi gak mau dikasih tugas” kataku sok tegas.
            “ Hmm, iya deh kak. Tapi jangan berat-berat tugasnya. Dan jangan nyuruh aku ngerayu. Aku gak mau” katanya sambil geleng-geleng kepala.
            ‘kena deh’pikirku. “ Enggak-enggak. Gini, tugasmu adalah kamu cari kakak OSIS yang namanya Irwan. Dan harus bawa langsung ke hadapan ini. Sekarang !.” Perintahku.
            “ Tapi kak. Kak Irwan yang mana. Kelas berapa?” tanyanya sebelum ia pergi.
            “ Ya kamu cari donk. Tanya temenmu. Pokoknya aku tunggu disini secepatnya. Kalau tidak. Aku pergi. Dan kamu gak dapat tandatanganku” aku berlagak tegas dan sedikit mengancam. Tampaknya manjur juga, ia mulai kebingungan.
            “ Tunggu donk kak. Iya ya, aku cari Kak Irwan dulu” katanya sambil berlari menuju ke arah teman-temannya. Lucu juga lihat tingkahnya yang kebingungan seperti itu.
Dari jauh, aku melihat dia berkeliling. Dari kelas perkelas. Mencari Irwan, sahabatku sesama OSIS. Tiap ketemu kakak kelas, dia menunjukkannya padaku. Dan aku hanya geleng-geleng kepala karena bukan mereka yang aku maksud. Sampai ketika, setengah berlari dia memanggil aku.
“ Kak. Aku dah ketemu Kak Irwan. Itu orangnya kan” katanya girang sambil menunjuk ke arah Irwan lewat.
            “ Mana. Bawa kesini” kataku.
            “ Alah kak. Itu loh orangnya. Dia gak mau tak ajak kesini. Ayolah kak. Jangan pelit-pelit, please” katanya memohon.
            “ Hmm. Ya udah deh. Sini bukunya. Nama kamu siapa?”
            “ Aprilia, kak. Panggil saja April”
            “ Ya udah April. Ini buku dan tandatangannya” kataku seraya menyerahkan buku yang telah aku tandatangani.
            “ Makasih ya kak” katanya dengan senyum gunung fujinya. Duh manisnya.
Berhari-hari kemudian setelah kejadian itu. Kita masih sering bertemu. Jelas. Karena sekolahku tak terlalu besar dan hanya ada halaman sebesar lapangan voli yang memisahkan kelasku dengan kelasnya.
Sehabis kejadian itu pula, kita menjadi dekat. Kita sering bertemu di perpustakaan. Kadang dia sering tanya tentang pelajaran yang sulit padaku. Dan aku, dengan sangat tidak keberatan mengajarinya. Yah, hitung-hitung bisa dekat dengannya.
Satu hal yang aku suka dari dia, senyumnya. Ya, senyum yang setiap hari menari-nari dalam anganku. Tawa khas nya. Dan tentu, pipi yang chubi, yang kalau aku bukan kakak kelas dan gak jaim, sudah aku cubit-cubit tuh pipi. Gemes.
Setiap hari, setiap istirahat aku selalu pergi ke perpustakaan. Di setiap itu, April terkadang lewat sehabis ia beli jajan di kantin. Karena letak kantin yang bersebelahan dengan perpustakaan, sehingga aku bisa tau kalau ia lewat. Kadang aku ajak ngobrol dia di perpustakaan.
Semua rutinitas itu begitu menyenangkan bagiku. Sampai ketika, akhirnya aku melihat kalau Sahabatku sepertinya punya rasa yang sama denganku. Merasa nyaman ketika bersama dia.
Pikirku, masak sesama teman menyukai satu orang yang sama. Bagaimana nanti nasib persahabatan ini. Mana mungkin aku harus bersaing dengan sahabatku sendiri untuk memperebutkan dia. April, apa yang harus aku lakukan?


Roni Cool
05 Maret 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar