Selasa, 25 Februari 2014

AKU dan SEPAK BOLA : Suka Bola Tapi Gak Bisa Main Bola



            Kemarin ada temanku yang tanya, “eh, ternyatata kamu suka bola juga ya, sejak kapan?”. Pikirku, apa aku ini gak kelihatan wajah-wajah bola ya?.
            Memang gak salah sih temenku bilang begitu. Karena, Aku itu suka bola. Tapi tidak bisa main bola, nah loh. Jadi, pantes saja kalau temanku bilang seperti itu, karena selama ini aku memang tidak pernah kelihatan menendang bola. Kenapa bisa begitu, begini ceritanya.
            Dulu, waktu aku aku kecil, aku suka sekali main bola. Gak peduli panas, hujan, jalan becek, gak ada ojek sekalipun. Hingga saking asyiknya sampai lupa waktu makan. Mulai dari pulang sekolah sampai menjelang sore. Apalagi kalau hujan turun, hmm, sampai lupa mandi dah. Yaiyalaah.
            Aku main bola mulai dari main biasa sampai main yang rada ekstrim. Namanya“sekit-sekitan” (ed. Madura, apa ya bahasa indonesianya). Kalau biasanya bola diarahkan ke gawang, tapi dalam permaian ini bola diarahkan kepada pemainnya sendiri. Tak ada gol. Juga tak ada kawan maupun lawan. Terserah siapa mau “menyeket” siapa. Yang penting dapet bola. Siapa yang ada di depan, langsung diseket dengan bola. Kalau bisa sekeras-kerasnya.
            Awalnya, kita sebagai anak-anak, kita asyik-asyik saja dengan permainan ini. Tapi itu berubah ketika ada salah satu teman yang sakit karena permainan ini. Ada anak yang rada besar, menyeket anak yang kecil, tepat di kepalanya. Hingga anak itu pulang, menangis. Sampai dirumah, anak itu lapor ke bapaknya. Si Bapak yang gak terima anaknya diperlakuin kayak gitu, datang mencari anak tadi ke tempat kami main, tapi anak yang dicari sudah kabur sejak tadi.
            Karena tak menemukan anak yang dicari, dia membubarkan paksa permainan kami,  dengan cara merampas bola dan membelahnya dengan pisau. Belum puas disitu, dia melaporkan kejadian ini kepada orang tua kami masing-masing. Praktis, di rumah aku dimarahi sama bapak dan dilarang main bola lagi. Selamanya. Kalau sampai ketahuan main bola lagi. Bakalan dipatahin tuh aku punya kaki. Alasannya sih , bagaimana nanti kalau aku jatuh, bagaimana nanti kalau kayak anak kecil tadi, bagaimana nanti kalau kakiku patah kena tackling temen. Daripada patah karena orang lain, mending dipatahin sama bapak sendiri. Aah bapak terlalu over, padahal bukan aku yang menyeket anak itu.
            Tapi sebagai seorang anak, aku manut saja dengan “perintah” bapak. Sejak saat itu, aku tak pernah lagi main bola. Hingga saat ini. Yah, hitung-hitung jadi anak yang berbakti sama orang tua.
Dan sekarang, aku sudah tidak ingat lagi bagaimana caranya menendang bola. Tapi kecintaanku terhadap bola masih tetep ada, cuman sekarang, statusku berubah dari pemain inti menjadi pemain cadangan, atau bahkan anak gawang. Atau tidak, aku ini sekarang menjadi...pengamat sepakbola. Keren kan... haha.


Salam respect,
Roni Cool
25 Februari 2014

MENULIS ITU...



            Menulis itu susah-susah gampang. Tuh lihat, urutannya, “susah” trus “ susah” lagi, baru kemudian “gampang”. Gampangnya, tutup jendela word nya. Lalu buka FB. Selanjutnya online gak jelas.
            Begitu tuh yang aku alami tadi. Bayangin coba, mulai dari jam 5 sore tadi, sampai tulisan ini dibuat jam 6, belum ada satu pun karya yang berhasil aku buat. Ide sih banyak. Tetapi ketika sudah ditulis, macet di tengah jalan, alias blank.
Awalnya tadi aku mau menulis lanjutan cerita “Diary Desy”, dua tiga paragraf, dibaca lagi, di edit, dibaca lagi, di edit lagi, sampai akhirnya dihapus semua gara-gara kebanyakan diedit. Dan sudah lupa lanjutan ceritanya.
Saat tengah berhenti, terpikir untuk melanjutkan tulisan “AKU dan SEPAK BOLA”. Pas sudah satu paragraf. Dibaca lagi, dihapus lagi. Lama kelamaan dihapus semuanya. Karena sudah kehabisan mood. Sudah deh, gak jadi semua tulisannya.
Nah, akhirnya aku tancepin modemku, mau online buka FB. Eh, malah modemku ikutan lemot, lengkap dah. Sambil nunggu loading yang gak selesai-selesai. Iseng-iseng aku nulis ini. Lha koq lancar, sekarang saja sudah berapa paragraf coba, lima. Kereen kan.
Ternyata menulis itu memang susah-susah gampang, apalagi menulis cerita. Dalam menulis cerita, paling mudah itu menulis cerita berdasarkan pengalaman hidup kita sendiri karena kita telah mengalaminya langsung.
Niken lestari, penulis yang pernah memberikan bukunya padaku bilang. “Cerita hidup itu jangan dibawa mati, tetapi menulis cerita, kadang susah setengah mati” . Jadi teruslah menulis.
Ada yang tanya, kenapa aku menulis?. Jawabnya, entah, aku sendiri tak tau. Mau jadi penulis?. gak tau juga. Hobi?, gak juga. Lha trus?, ya pengen nulis aja.
Aku pikir, aku sudah lulus kuliah. Dan sudah tidak direpotkan lagi dengan tugas-tugas kampus. Apalagi aku belum mengajar. Jika ketika aku lulus kuliah, mandeg dengan tidak melakukan aktifitas rutin yang pernah dikerjakan selama kuliah, misalnya menulis, aku khawatir, lama kelamaan kuliahku itu hanya menyisakan selembar kertas yang bertuliskan kata ijazah doank, sedangkan kemampuanku sudah menurun. Manajerku di Mcd bilang, “kalau begitu, gak ada bedanya kamu yang lulusan sarjana dengan anak yang lulusan SMA”. Bener juga kan katanya?.
Trus kenapa aku pakai media Facebook untuk mempublikasikan tulisanku?. Satu, karena jejaring sosial yang aku punya dan aku sukai itu Facebook. Dua, hanya facebook yang mau menerima status sepanjang dua halaman ini. hehe. Ketiga, teman-temanku banyak yang Online di Facebook. Keempat, (silahkan tambahin sendiri).
Jadi, Terimakasih aku ucapkan buat teman-teman yang sudah mau meluangkan waktunya membaca tumpukan tulisan ini. Terimakasih yang sudah mau ngelike tulisan ini. dan terimakasih yang sudah mau kasih komentar dalam tulisan ini. Kekritisan kalianlah yang sebenarnya aku harapkan, dan aku mohon Maaf jika tulisanku ini “ngebek-ngebeki” beranda kalian.
Tuh kan, begitu tuh kalau nulis, judulnya apa, isinya lari kemana. Mengandung gak nyambung. Sudah ah.

Salam respect aja.
Roni Cool
25 Februari 2014

Minggu, 23 Februari 2014

ANTARA AKU, CINTA DAN SAHABATKU.



Namaku Roni. Aku anak sulung dari 3 bersaudara. Sejak kecil ibuku selalu berpesan kepadaku, sebagai anak tertua aku harus selalu mengalah kepada adik-adikku. Pesan ini melekat dalam diriku, hingga terbawa sampai aku dewasa.
Dalam kehidupan sehari-hari, aku cenderung selalu mengalah. Aku tak mau ngotot memaksakan kehendakku tanpa memperdulikan orang lain. Bagiku, jika orang lain dapat bahagia dengan “mengalahnya” aku, itu sudah cukup membahagiakan aku. Meskipun terkadang itu juga merugikanku. Tapi, tak masalah, selama aku bisa berbuat baik pada mereka. Itu sudah cukup.
Dalam berteman pun, aku tetap memegang prinsip itu. Aku tak mau menyakiti perasaan teman karena kengototanku. Karena bagiku, teman adalah segalanya. Teman adalah seseorang dimana kamu dapat merasa di dengarkan. Dan teman adalah seseorang yang selalu ada ketika kamu merasa sendirian. Dalam bingkai pertemanan, kisah ini dimulai.
Irwan adalah sahabatku semasa SMA. Kami merupakan teman yang merasa cocok satu sama lain. Memang hampir, dimana ada Irwan disitu pasti ada aku. Suka duka telah kita jalani bersama. Berjalan dalam langkah yang sama dan juga memiliki cara pandang yang sama.
Mungkin perasaan dalam hati yang mengatakan bahwa nasib kami sama, yang mampu menyatukan jiwa ini. Kami sama-sama terlahir dalam keluarga yang cukup sederhana, dimana untuk mendapatkan sesuatu yang kami inginkan, tidak akan mudah dikabulkan sebelum kami sendiri yang mengusahakannya.
Kami juga sama-sama tau dengan kondisi orang tua kami masing-masing, hingga kami bertekad untuk tidak semakin memberatkan tanggungan mereka dengan tidak minta yang macam-macam yang diluar kemampuan mereka. Kami sadar, dengan di sekolahkannya kami, itu sudah cukup merupakan pemberian terbesar orang tua kepada kami.
Yah, ayahnya Irwan merupakan seorang buruh lepas sama seperti ayahku. Dimana terkadang untuk membiayai sekolah, selalu nunggak. Hingga, seringkali kami di panggil ke kantor sama-sama, hanya untuk ditanyai kepala sekolah, kapan orang tua sanggup membayar uang SPP yang sudah telat 3 bulan tak dibayarkan. Kami hanya diam, tak mau dan tak mampu menjawab.
Dalam segi kebiasaan, kadang kita punya hobi yang sama, suka telat. Meskipun dalam hal ini, kebanyakan sih aku sendiri. Pernah kita sama-sama telat dan dapat hukuman disuruh hormat berdiri di depan kantor ditengah terik matahari. Kadang kita disuruh mencabuti rumput sepanjang halaman sekolah, lain hari malah disuruh membersihkan toilet sekolah. Semua itu dilakukan secara bersama dengan tawa gembira.
Dalam bidang akademik pun kita juga tak jauh beda. Kita sama-sama mudah dalam memahami pelajaran. Kita juga sama-sama masuk organisasi OSIS, hingga kebersamaan kami pun semakin langgeng. Tak hanya di dalam kelas tetapi juga di luar kelas.
Sedangkan dalam urusan cinta, kami juga memiliki nasib yang sama. Sama-sama jomblo. Yah, kami sadar, dengan keadaan kami yang seperti ini, kami terlalu takut untuk memulai pacaran. Jangankan pacaran, untuk PDKT ke lawan jenis pun, kami segan.
Aku ingat Irwan pernah berkata, “ Hari ini kita gak apa-apa gak pacaran. Tapi kelak, jika kita telah bekerja dan punya penghasilan sendiri, kita akan meraih impian itu dan mendapatkan pacar idaman kita”. Aku kagum dengan sikap optimisnya itu.
Irwan memang menjadi pionir dalam hidupku, setiap kata-katanya mampu menusuk ke dalam relung kalbu. Dia adalah orang yang mampu menginspirasi hidupku. Terkadang aku mengikuti cara pandangnya, bahkan kadang, meniru bagaimana cara bersikapnya, semuanya tentu agar kita tetap bisa bersama, dalam jalan yang sama.
Tapi, tak selamanya “kesamaan” itu baik. Ini terjadi ketika hadir seorang gadis yang sama-sama kita sukai, masuk dalam kisah persahabatan ini.
Hari itu merupakan Masa Orientasi Siswa baru di SMA NU. Kami sebagai anggota OSIS bertugas menjadi panitia MOS. Dalam banyaknya peserta MOS itu, ada seorang gadis yang menarik perhatianku, namanya April.
April adalah seorang gadis yang ceria, dia banyak disukai teman-temannya karena keceriaannya itu. Sebagai anggota OSIS yang  juga kakak kelas, aku pikir aku punya banyak jalan untuk bisa dekat dengan dia.
Hari demi hari aku mengatur langkah agar aku bisa dekat dengan April. Sebagai kakak kelas yang tergolong siswa berprestasi di sekolah, hal itu bisa ku lakukan dengan mudah. April kadang menanyakan tentang pelajaran yang sulit padaku, aku pun dengan senang hati mengajarinya. Akupun menikmati masa “pendekatan” itu, sampai ketika....
Aku melihat Irwan sedang bersamanya. Dan dari sikapnya itu, aku mengerti, bahwa ia menyukai April. Tapi sayang, Irwan tak pernah berterus terang kepadaku jika ia suka sama April. Begitupun juga aku, tak pernah berterus terang padanya, hingga saat ini. Entah memang, untuk urusan pribadi, kami belum terbuka satu sama lain. Kami menghargai privasi masing-masing.
Berhari-hari aku mulai menjaga jarak dengan April, tentunya untuk menjaga perasaan sahabatku. Dan berhari-hari pula, aku melihat Irwan sudah mulai dekat dengan April. Cemburu, tentu. Tapi bagiku, sahabat adalah yang utama. Aku tak mau berselisih paham hanya gara-gara seorang wanita. Dan yang paling penting, aku tak mau kehilangan sahabatku. Biarlah aku yang mundur dalam kisah pendekatan ini.
Hingga pada puncaknya ketika kami ikut Persami di Lapangan Yon Zipur Kepanjen. Waktu itu kita sedang rehat, tak sengaja aku lewat di depan Irwan yang sedang menunjukkan keahliannya memetik gitar pada April. Buru-buru aku meninggalkan tempat itu.
Mungkin Irwan paham dengan tingkahku itu, hingga malamnya ketika di tenda, irwan bertanya padaku
“ Ron, kenapa sih kamu, ketika aku dekat dengan April, kamu selalu menghindar, kamu suka ya sama April?”.
“ Aah, enggak koq wan, aku lagi bad mood, lagi ada masalah sama pacarku?” jawabku.
“pacar?, emangnya kamu sudah punya pacar, siapa namanya?” tanya irwan lagi.
“ eh ehm,,iya, namanya luluk, anak desa tetangga sebelah”jawabku berbohong.
“ooh, hemm, ya udah” kata irwan.
Tampaknya Irwan percaya dengan kata-kataku.
Begitulah, akhirnya aku lebih memilih mengalah, memendam rasa ini jauh di dalam hati. Berbohong pada temanku agar dia tak merasa khawatir jika gadis yang ia sukai, disukai juga oleh temannya, yaitu aku.
Kadang ketika melihat mereka bersama, rasa cemburu itu muncul. Tapi aku berusaha untuk menepis rasa itu. Aku berusaha untuk tidak menampakkan rasa itu di depan Irwan, karena aku khawatir dia akan tau dan merasa kecewa dengan perasaanku itu.
Yah, itu berhasil hingga saat ini. Entah dia tau atau tidak, jika dulu aku suka sama April, gadis yang ia sukai itu. Bahkan, kadang dia  juga sering cerita kalau dia masih sering berkomunikasi sama April. Aku pun hanya diam, mendengarkan.
Kini, Irwan telah selangkah lebih maju dariku. Memilih gadis pujaan hatinya sebagai teman hidupnya dalam tali pernikahan. Bukan dengan April. Tapi dengan gadis yang ia bilang, ia merasa aman dan nyaman ketika berada di sampingnya.
Dan April?.
Aku tak tau...
Roni Cool
23 Februari 2014

### Tribute to irwan Rosadi : selamat menikah kawan. ^_^.


Sabtu, 22 Februari 2014

KEMANA LARINYA SUMBANGANG DI ALFAMART?



            Kalau kemarin kita pernah membahas tentang Indomaret dan Alfamart. Kini, ada sedikit tambahan yang aku dapatkan dari pengalamanku berbelanja di Alfamart baru-baru ini. Yaitu, Kemana larinya sumbangan di Alfamart itu?

            Kalau kalian pernah berbelanja di alfamart dan dari hasil belanja itu ada kembalian sebesar 100-500 rupiah, maka kalian akan diminta apakah kembalian itu mau disumbangkan atau tidak. Jika kalian bersedia, maka kembalian itu tidak akan diberikan oleh kasir, tapi jika kalian tidak mau, maka kembalian itu akan dikembalikan.

            Permasalahannya adalah, ketika kita bersedia untuk memberikan kembalian itu sebagai sumbangan, apakah kita pernah mendapatkan tanda bukti bahwa kembalian itu dimasukkan ke dalam “kotak sumbangan”. Secara yang aku alami dan aku lihat di dalam struk belanja, tidak ada keterangan semacam itu. Yang ada hanya harga barang, jumlah yang kita bayarkan dan total kembalian. Tidak ada keterangan jumlah sumbangan dan untuk menyumbang apa. Benar tidak?. 

Atau pernahkah kalian mendapatkan ucapan terimakasih semacam, “terimakasih bapak/ibu, telah menyumbang untuk...bla bla bla”. Kalau aku, tidak pernah.

            Nah, dari situ aku sempat berfikir, kemana ya larinya “sumbanganku” itu?. Kalau dibandingkan dengan di McDonald’s, (saya tidak sedang melebihkan McD). Disana, jika ada pelanggan yang tidak mau menerima uang kembalian, maka kasir menyarankan pelanggan itu untuk memasukkan uang kembalian ke dalam kotak sumbangan YRMHC ( Yayasan Donasi McD untuk perkembangan anak). Kasir, dilarang memasukkannya ke dalam mesin kasir apalagi mengambilnya untuk kepentingan pribadi, ada sanksi tegas jika hal itu dilakukan.

            Di alfamart, ketika kita menyisakan kembalian sebesar 100-500 rupiah, maka kita akan ditanyakan, “kembaliannya mau disumbangkan bapak?” (itu yang simpel), atau “kembaliannya mau disumbangkan ke anak yatim bapak?”. Jika kita bersedia, maka kita akan mendapatkan ucapan terimakasih. Tanpa ada tanda bukti.

            Entah memang begitu atau si kasir sudah memencet menu “sumbangan”, entah aku tidak tau. Tapi yang jelas, hal ini menjadi pikiran dalam diriku, mengingat jumlah kembalian itu yang bisa menjadi besar. Tak masalah jika hanya kita saja yang bersedia, tapi jika setiap orang disarankan seperti itu, maka lama kelamaan ini akan menjadi besar juga. 

            Misalnya, secara hitung-hitungan kasar saja, jika kembaliannya 200 rupiah, kalikan dengan jumlah pelanggan yang datang dan bersedia menyumbang. Misalkan sehari 100 orang, maka akan didapatkan uang sebesar Rp.20.000. Itu kalau satu hari, bayangkan jika satu bulan. Maka akan didapat jumlah sebesar Rp.600.000. FANTASTIS BUKAN!. (aku aja kaget ketika nulis ini hehe ).

            Belum lagi jika ada pelanggan yang tidak mau menerima uang receh dalam jumlah yang lebih besar. Akan menjadi jumlah yang lebih besar pula.

            Sebenarnya tidak masalah jika uang sebesar itu akan benar-benar disumbangkan kepada yang sedang membutuhkan. Tetapi akan jadi masalah jika uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi. Secara yang aku dengar, ketika di Alfamart sedang dilakukan inventory (penghitungan jumlah barang masuk dan barang keluar), jika terjadi kekurangan atau minus, maka itu akan ditanggung oleh pihak karyawan, bukan dari pihak perusahaan. Naah, dari sini aku sempat berpikir, jangan-jangan uang kembalian itu tidak dimasukkan ke dalam “kotak sumbangan” dan dianggap sebagai “uang kelebihan” yang nantinya dipakai untuk menutupi kekurangan tersebut. Kan eman. Bener gak?.

            Atau memang, kata “disumbangkan” itu adalah untuk menyumbang apabila ada kekurangan dari hasil inventory tersebut. Entahlah. 

Jadi intinya, bagi teman-teman yang berbelanja ke Alfamart, jika nanti kalian ditanya, “kembaliannya mau disumbangkan bapak/ibu?”, tolong kalian tanyakan, kemana uang kembalian itu akan dimasukkan dan untuk apa, serta bukti bahwa uang itu benar-benar disumbangkan. Agar semuanya menjadi jelas.

Salam Respect,
Roni Cool
(22 Februari 2014)