Sabtu, 22 Februari 2014

JANJI JARI KELINGKING



            Pagi ini, alarm HP ku berbunyi, ada sebuah pesan disana, sebuah pesan singkat yang menandakan sebuah perayaan. Tertulis singkat, namun penuh akan makna dan arti sebuah kenangan. Yana’s Birthday.

            Memoriku kembali teringat pada kisah beberapa tahun yang lalu. Sebuah kisah yang yang mempertemukan aku denganmu. Kamu mungkin akan kaget, kenapa aku masih peduli padamu. Bagiku, entahlah. Aku hanya menuruti sebuah janji, yang kau minta padaku. Janji untuk selalu ingat hari lahir masing-masing, Janji untuk selalu ingat, meskipun nanti kita tak bersama lagi. Janji yang kita ucapkan waktu kita jalan pertama kali. Janji jari kelingking.

            Kamu ingat enggak, waktu dulu aku ulang tahun. Kamu telpon aku dan memaksa aku untuk ke rumahmu. Aneh, pikirku. Kamu bukanlah orang yang suka ada anak laki-laki yang pergi ke rumahmu. Aku pun mengerti tentang itu, hingga aku jarang ke rumahmu. Tapi kali ini, kamu sendiri yang meminta aku segera ke rumahmu. Ada apa, kamu kangen aku?. Aah, mana mungkin. Bahkan untuk bilang sayang pun, kamu gak mudah. Bagimu, sayang dan rindu tak perlu diucapkan dengan kata-kata, cukup hati yang merasa.

            Saat kerumahmu, kamu menyambutku seperti biasa. Tak ada jabat tangan, hanya salam dan sebulir senyum manis terukir di wajahmu. Seperti biasa, akulah yang harus mulai berbasi-basi membahas bagaimana kuliahku, banyaknya tugas dan cerita beberapa temanku, kau hanya menimpali dengan senyum dan tawa khas darimu.

            Hingga, kamupun pamit ke dalam, aku pikir kamu mau membuatkan aku teh lagi. Tapi tidak, kamu keluar dengan membawa sebuah bungkusan kotak berukuran sedang. Sebuah kotak yang terbungkus plastik warna merah. Dan tanpa banyak kata kamupun membuka bungkusan itu. Dan, Ya Tuhan...sebuah kue ulang tahun. Surprise, kamu sukses membuat aku tak bisa berkata apa-apa.

            Dengan cekatan kamu menyalakan lilin ulang tahun itu. Aku masih diam. Kamu menyanyikan lagu ulang tahun layaknya ini pesta, dan aku hanya mampu terpaku, hanya mampu tersenyum padamu dengan kejutan itu. Saat aku selesai meniup lilinnya, kamu memotongkan satu potongan kecil buatku dan satu lagi surprise darimu, kamu menyuapi aku dengan kue itu. Aduuh, bagaimana kalau orang tuamu melihat, sungkan aku nantinya. Dan tak cukup dengan itu, terakhir saat aku mau pamit pulang, kamu memberikan aku sebuah bungkusan kecil yang terbungkus kertas kado. Aah kamu itu, kamu sudah memberikan aku lebih, kenapa masih memberikan aku kado.

            Sampai dirumah, aku buka kado itu, ada sesuatu barang dan sepucuk surat di dalamnya. Aku baca surat itu,
“ Kepada orang yang aku sayangi, selamat ulang tahun. Semoga Tuhan selalu menjagamu dan meridhoi setiap langkahmu. Maafkan, aku hanya bisa ngasih ini, jaga baik-baik, yah.
Dari orang yang kamu sayangi”

Aah, kamu itu. Selalu aja rendah hati. Semua itu sudah lebih dari cukup. Aku tak berharap kamu akan memberikan sesuatu padaku. Bagiku, kamu sendiri adalah kado terindah dalam hidupku. Apakah kamu tau, bahwa inilah pertama kalinya aku meniup kue ulang tahun, apa kamu juga tau, kalau kado itu adalah kado ulang tahun  pertamaku. Kamu itu, selalu saja penuh kejutan.

Kini, saat aku tidak bisa mengucapkan selamat ulang tahun dan memberikan kado padamu, aku hanya bisa berdoa, semoga kamu disana selalu baik-baik saja dan Tuhan selalu menjagamu dan menyertai langkahmu.
Selamat ulang tahun yah, dek.

Roni Cool
22 Februari 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar