Namaku Roni. Aku anak
sulung dari 3 bersaudara. Sejak kecil ibuku selalu berpesan kepadaku, sebagai
anak tertua aku harus selalu mengalah kepada adik-adikku. Pesan ini melekat
dalam diriku, hingga terbawa sampai aku dewasa.
Dalam kehidupan
sehari-hari, aku cenderung selalu mengalah. Aku tak mau ngotot memaksakan
kehendakku tanpa memperdulikan orang lain. Bagiku, jika orang lain dapat
bahagia dengan “mengalahnya” aku, itu sudah cukup membahagiakan aku. Meskipun
terkadang itu juga merugikanku. Tapi, tak masalah, selama aku bisa berbuat baik
pada mereka. Itu sudah cukup.
Dalam berteman pun, aku
tetap memegang prinsip itu. Aku tak mau menyakiti perasaan teman karena
kengototanku. Karena bagiku, teman adalah segalanya. Teman adalah seseorang
dimana kamu dapat merasa di dengarkan. Dan teman adalah seseorang yang selalu
ada ketika kamu merasa sendirian. Dalam bingkai pertemanan, kisah ini dimulai.
Irwan adalah sahabatku
semasa SMA. Kami merupakan teman yang merasa cocok satu sama lain. Memang
hampir, dimana ada Irwan disitu pasti ada aku. Suka duka telah kita jalani
bersama. Berjalan dalam langkah yang sama dan juga memiliki cara pandang yang
sama.
Mungkin perasaan dalam
hati yang mengatakan bahwa nasib kami sama, yang mampu menyatukan jiwa ini.
Kami sama-sama terlahir dalam keluarga yang cukup sederhana, dimana untuk
mendapatkan sesuatu yang kami inginkan, tidak akan mudah dikabulkan sebelum
kami sendiri yang mengusahakannya.
Kami juga sama-sama tau
dengan kondisi orang tua kami masing-masing, hingga kami bertekad untuk tidak
semakin memberatkan tanggungan mereka dengan tidak minta yang macam-macam yang
diluar kemampuan mereka. Kami sadar, dengan di sekolahkannya kami, itu sudah
cukup merupakan pemberian terbesar orang tua kepada kami.
Yah, ayahnya Irwan
merupakan seorang buruh lepas sama seperti ayahku. Dimana terkadang untuk
membiayai sekolah, selalu nunggak. Hingga, seringkali kami di panggil ke kantor
sama-sama, hanya untuk ditanyai kepala sekolah, kapan orang tua sanggup membayar
uang SPP yang sudah telat 3 bulan tak dibayarkan. Kami hanya diam, tak mau dan
tak mampu menjawab.
Dalam segi kebiasaan,
kadang kita punya hobi yang sama, suka telat. Meskipun dalam hal ini,
kebanyakan sih aku sendiri. Pernah kita sama-sama telat dan dapat hukuman
disuruh hormat berdiri di depan kantor ditengah terik matahari. Kadang kita
disuruh mencabuti rumput sepanjang halaman sekolah, lain hari malah disuruh
membersihkan toilet sekolah. Semua itu dilakukan secara bersama dengan tawa
gembira.
Dalam bidang akademik
pun kita juga tak jauh beda. Kita sama-sama mudah dalam memahami pelajaran.
Kita juga sama-sama masuk organisasi OSIS, hingga kebersamaan kami pun semakin
langgeng. Tak hanya di dalam kelas tetapi juga di luar kelas.
Sedangkan dalam urusan
cinta, kami juga memiliki nasib yang sama. Sama-sama jomblo. Yah, kami sadar,
dengan keadaan kami yang seperti ini, kami terlalu takut untuk memulai pacaran.
Jangankan pacaran, untuk PDKT ke lawan jenis pun, kami segan.
Aku ingat Irwan pernah
berkata, “ Hari ini kita gak apa-apa gak pacaran. Tapi kelak, jika kita telah
bekerja dan punya penghasilan sendiri, kita akan meraih impian itu dan
mendapatkan pacar idaman kita”. Aku kagum dengan sikap optimisnya itu.
Irwan memang menjadi
pionir dalam hidupku, setiap kata-katanya mampu menusuk ke dalam relung kalbu.
Dia adalah orang yang mampu menginspirasi hidupku. Terkadang aku mengikuti cara
pandangnya, bahkan kadang, meniru bagaimana cara bersikapnya, semuanya tentu
agar kita tetap bisa bersama, dalam jalan yang sama.
Tapi, tak selamanya
“kesamaan” itu baik. Ini terjadi ketika hadir seorang gadis yang sama-sama kita
sukai, masuk dalam kisah persahabatan ini.
Hari itu merupakan Masa
Orientasi Siswa baru di SMA NU. Kami sebagai anggota OSIS bertugas menjadi panitia
MOS. Dalam banyaknya peserta MOS itu, ada seorang gadis yang menarik
perhatianku, namanya April.
April adalah seorang
gadis yang ceria, dia banyak disukai teman-temannya karena keceriaannya itu.
Sebagai anggota OSIS yang juga kakak
kelas, aku pikir aku punya banyak jalan untuk bisa dekat dengan dia.
Hari demi hari aku
mengatur langkah agar aku bisa dekat dengan April. Sebagai kakak kelas yang
tergolong siswa berprestasi di sekolah, hal itu bisa ku lakukan dengan mudah.
April kadang menanyakan tentang pelajaran yang sulit padaku, aku pun dengan
senang hati mengajarinya. Akupun menikmati masa “pendekatan” itu, sampai
ketika....
Aku melihat Irwan
sedang bersamanya. Dan dari sikapnya itu, aku mengerti, bahwa ia menyukai
April. Tapi sayang, Irwan tak pernah berterus terang kepadaku jika ia suka sama
April. Begitupun juga aku, tak pernah berterus terang padanya, hingga saat ini.
Entah memang, untuk urusan pribadi, kami belum terbuka satu sama lain. Kami
menghargai privasi masing-masing.
Berhari-hari aku mulai
menjaga jarak dengan April, tentunya untuk menjaga perasaan sahabatku. Dan
berhari-hari pula, aku melihat Irwan sudah mulai dekat dengan April. Cemburu,
tentu. Tapi bagiku, sahabat adalah yang utama. Aku tak mau berselisih paham
hanya gara-gara seorang wanita. Dan yang paling penting, aku tak mau kehilangan
sahabatku. Biarlah aku yang mundur dalam kisah pendekatan ini.
Hingga pada puncaknya
ketika kami ikut Persami di Lapangan Yon Zipur Kepanjen. Waktu itu kita sedang
rehat, tak sengaja aku lewat di depan Irwan yang sedang menunjukkan keahliannya
memetik gitar pada April. Buru-buru aku meninggalkan tempat itu.
Mungkin Irwan paham
dengan tingkahku itu, hingga malamnya ketika di tenda, irwan bertanya padaku
“
Ron, kenapa sih kamu, ketika aku dekat dengan April, kamu selalu menghindar,
kamu suka ya sama April?”.
“ Aah, enggak koq wan, aku lagi bad mood, lagi ada masalah sama pacarku?” jawabku.
“pacar?, emangnya kamu sudah punya pacar, siapa namanya?” tanya irwan lagi.
“ eh ehm,,iya, namanya luluk, anak desa tetangga sebelah”jawabku berbohong.
“ooh, hemm, ya udah” kata irwan.
Tampaknya Irwan percaya dengan kata-kataku.
“ Aah, enggak koq wan, aku lagi bad mood, lagi ada masalah sama pacarku?” jawabku.
“pacar?, emangnya kamu sudah punya pacar, siapa namanya?” tanya irwan lagi.
“ eh ehm,,iya, namanya luluk, anak desa tetangga sebelah”jawabku berbohong.
“ooh, hemm, ya udah” kata irwan.
Tampaknya Irwan percaya dengan kata-kataku.
Begitulah, akhirnya aku
lebih memilih mengalah, memendam rasa ini jauh di dalam hati. Berbohong pada
temanku agar dia tak merasa khawatir jika gadis yang ia sukai, disukai juga
oleh temannya, yaitu aku.
Kadang ketika melihat
mereka bersama, rasa cemburu itu muncul. Tapi aku berusaha untuk menepis rasa
itu. Aku berusaha untuk tidak menampakkan rasa itu di depan Irwan, karena aku
khawatir dia akan tau dan merasa kecewa dengan perasaanku itu.
Yah, itu berhasil
hingga saat ini. Entah dia tau atau tidak, jika dulu aku suka sama April, gadis
yang ia sukai itu. Bahkan, kadang dia
juga sering cerita kalau dia masih sering berkomunikasi sama April. Aku
pun hanya diam, mendengarkan.
Kini, Irwan telah
selangkah lebih maju dariku. Memilih gadis pujaan hatinya sebagai teman
hidupnya dalam tali pernikahan. Bukan dengan April. Tapi dengan gadis yang ia
bilang, ia merasa aman dan nyaman ketika berada di sampingnya.
Dan April?.
Aku tak tau...
Roni Cool
23 Februari 2014
### Tribute to irwan Rosadi : selamat menikah kawan. ^_^.
23 Februari 2014
### Tribute to irwan Rosadi : selamat menikah kawan. ^_^.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar